Kebakaran hutan dan lahan gambut seakan menjadi rutinitas tahunan lantaran perusahaan atau pun perorangan dengan sengaja membakar hutan untuk membuka lahan. Upaya merestorasi pun dilakukan, tetapi butuh biaya yang amat tinggi.
\”Kita tak mungkin sendiri, butuh miliaran USD,\” kata Wapres Jusuf Kalla di Sekretariat World Economic Forum, New York, Amerika Serikat, Selasa waktu setempat (21/9/2016). Indonesia pun membuka kerja sama internasional untuk sama-sama memperbaiki kerusakan lahan gambut. JK menyebut negara-negara maju yang selama ini mengimpor hasil hutan dari Indonesia juga harus bertanggungjawab. \”Saya katakan tadi ini semua bukan hanya Indonesia, you datang hancurin hutan kita. Selama berapa tahun habis karena logging, jadi tissue, meja, kursi ya tanggung jawab dong,\” ungkap JK. Lalu, apa keuntungan yang ditawarkan dalam investasi ini? \”Ini kan negara negara ini bergerak karena climate change, karena juga kalau rusak kan kena juga negara masing masing kan. Climate change bukan hanya Indonesia,\” jawab JK.
Kerja sama yang ditawarkan adalah G to G atau antar pemerintah. Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead menyatakan, perizinan untuk investasi akan dipermudah sebagai stimulusnya. \”Izinnya akan sangat dibuat lebih mudah dan kalau mereka investasi kan berupa hasil tani atau karbonnya kita akan buat kebijakan yang permudah orang untuk pertama jual produknya kedua juga jika akan jual karbon,\” kata Nazir. Ada pun perwakilan negara-negara calon investor yang hadir dalam tawaran investasi ini adalah Utusan Khusus untuk Perubahan Iklim AS Jonathan Pershing, Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Vidar Helgesen, Menteri Negara urusan Perubahan Iklim dan Industri Inggris Nick Hurd, Direktur Eksekutif UNEP Erik Solheim, Menteri Federal Lingkungan, Konservasi Lingkungan, Bangunan dan Nuklir Jerman Karsten Sach, dan Wakil Menteri Kerja Sama Internasional Belanda Christiaan Rebergan.
Sumber: DETIK.COM