Hari Anti Narkotika Internasional: Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Beriringan dengan arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, ancaman penyalahgunaan narkotika kian menjadi momok yang menghantui berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia. Dampak destruktif dari narkotika telah merambah tanpa pandang bulu di tengah masyarakat hingga menyebabkan kerusakan masif dalam hal kesehatan dan kesejahteraan sosial. Ancaman tidak berhenti disitu, ketergantungan terhadap zat-zat terlarang ini juga turut mengancam tatanan ekonomi global melalui penurunan produktivitas tenaga kerja, peningkatan tingkat kriminalitas, hingga peningkatan biaya kesehatan.

Menurut data dari World Drug Report 2023 milik United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), jumlah penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia menyentuh angka sekitar 296 juta orang, dengan lebih dari 39 juta di antaranya mengalami gangguan kesehatan akibat penggunaan narkotika. Angka fantastis ini menjadi perhatian khusus di seluruh dunia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dan kerjasama dari berbagai pihak di dunia dalam mengatasi krisis narkotika. 

Hari Anti Narkotika Internasional diperingati setiap tanggal 26 Juni sebagai bentuk kesadaran global terhadap bahaya narkotika dan mendorong berbagai negara untuk memperkuat upaya pencegahan, penegakan hukum, serta rehabilitasi bagi para pengguna narkotika. Tema yang diangkat pada tahun ini adalah “The evidence is clear: invest in prevention. Momen ini menggambarkan pengakuan bahwa kebijakan narkoba yang efektif harus berlandaskan pada ilmu pengetahuan, penelitian, penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia, kasih sayang, dan pemahaman mendalam akan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan dari penggunaan narkoba. Hari Anti Narkotika Internasional menjadi kesempatan bagi dunia untuk dapat memperkuat komitmen global terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).

Dalam upaya mewujudkan komitmen global terhadap TPB/SDGs, berbagai negara dan organisasi internasional telah merancang serangkaian strategi komprehensif untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkotika. Hal ini sangat erat kaitannya dengan beberapa poin TPB/SDGs, khususnya Tujuan 3 pada TPB/SDGs. Tujuan 3 TPB/SDGs  tentang Kehidupan Sehat dan Sejahtera, berusaha memastikan pentingnya kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua orang, termasuk melalui pengurangan angka kematian akibat penyalahgunaan narkotika, pencegahan penyakit terkait narkotika, dan akses universal terhadap pelayanan kesehatan yang memadai. Langkah strategis sebagai bentuk kerjasama internasional yang dilakukan meliputi program edukasi yang menargetkan anak-anak dan remaja, penguatan layanan rehabilitasi yang berbasis komunitas, hingga pemutakhiran sistem dan regulasi dalam menyelesaikan krisis narkotika. Inisiatif ini diharapkan dapat mencerminkan komitmen global dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat, di mana setiap masyarakat di dalamnya akan memiliki kesempatan untuk berkembang tanpa terpengaruh dampak buruk narkotika.

Pada akhirnya, esensi dari TPB/SDGs itu sendiri adalah kontribusi semua pihak. Pemberantasan narkotika merupakan tanggung jawab bersama yang membutuhkan komitmen serius dari seluruh elemen masyarakat, termasuk individu, pemerintah, dan lembaga internasional. Melalui kerjasama yang inklusif dan intensif antara semua pihak, kami yakin bahwa penyelesaian tantangan narkotika menjadi hal yang mudah direalisasikan hingga menciptakan dunia yang lebih sehat dan sejahtera.

Menurut data dari Laporan Tahunan Masalah Penyalahgunaan Napza, Kemenkes, capaian dalam program rehabilitasi medis bagi penyalahguna napza menunjukkan tren yang beragam di berbagai wilayah Indonesia selama periode 2019 hingga 2023. Beberapa daerah seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi menunjukkan penurunan angka yang signifikan pada tahun 2023. 

Di Aceh tercatat peningkatan jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun dalam hal pelayanan rehabilitasi medis. Pada tahun 2019 terdapat 207 kasus namun jumlahnya turun drastis menjadi 139 kasus pada tahun 2023. Sumatera utara juga mengalami penurunan menjadi 24 kasus pada tahun 2023. Sumatera Barat, yang stabil dengan 503 kasus dari tahun 2019 hingga 2022 mengalami penurunan drastis menjadi 71 kasus di tahun 2023. Riau mencatat peningkatan dari tahun 2019 hingga 2022, juga mengalami penurunan tajam pada tahun 2023, dari 880 kasus menjadi 89 kasus yang mendapatkan pelayanan rehabilitasi medis. Jambi mencatat peningkatan signifikan dari tahun 2019 hingga 2022, mengalami penurunan yang cukup besar dari 233 kasus menjadi 216 pada tahun 2023.

Hal ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah yang signifikan pada tahun 2023 secara nasional merupakan hasil dari upaya pemerintah dan lembaga terkait dalam mengatasi masalah penyalahgunaan napza di Indonesia. Penurunan ini sejalan dengan peningkatan jumlah orang yang mengakses layanan pasca rehabilitasi secara nasional. Jumlah ini meningkat cukup tajam dari 1.740 pada tahun 2019 menjadi 5.405 pada tahun 2022. Meningkatnya akses terhadap layanan pasca rehabilitasi bagi penyalahguna napza merupakan sebuah tren positif dan langkah progresif dalam upaya penanggulangan krisis kesehatan nasional.

Penulis: Kristy Natalia Kadang dan Bima Aditya
Reviewer: Nacota Yeshida Sapahuma dan Septia Anisa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

more insights