Bali, 2 September 2024 – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menegaskan bahwa butuh langkah transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat bagi negara-negara Selatan-Selatan untuk mewujudkan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Hal itu ditegaskannya saat High-Level Plenary Session High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 bertajuk “Building Bridges: Unlocking the Full Potential of Global South through Multi-Stakeholder Partnerships, Senin (2/9/2024) di Nusa Dua Bali.
Langkah tersebut, katanya, karena negara-negara Selatan-Selatan menghadapi tantangan besar, seperti pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, defisit infrastruktur, terganggunya rantai pasokan global, kembalinya kebijakan proteksionis yang menghambat dan mengikis kepercayaan global terhadap lembaga-lembaga global.
Riset World Trade Organization, ungkapnya, menunjukkan skenario dunia terbagi menjadi dua blok perdagangan yang berbeda, yang dapat mengakibatkan penurunan produk domestik bruto global sebesar 5 persen dan menghasilkan fragmentasi perdagangan dunia.
“Dunia tidak dapat membiarkan fragmentasi. Menghadapi periode penuh gejolak saat ini sangat menantang. Oleh karena itu, langkah-langkah transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat menjadi semakin penting untuk mendorong agenda Sustainable Development Goals 2030,” ujar Menteri Suharso.
Pada HLF MSP 2024 juga membahas solusi kemitraan multipemangku kepentingan sebagai jembatan Utara-Selatan (North-South) maupun Selatan-Selatan (South-South), untuk membuka potensi negara-negara Selatan secara maksimal.
Turut hadir Perdana Menteri Timor-Leste Xanana Gusmao, Menteri Perencanaan dan Koordinasi Bantuan Pembangunan Republik Demokratik Kongo Guylain Nyembo Mbwizya, Menteri Perencanaan Kamboja Bin Troachhey, Sekretaris-Jendral UNCTAD Rebeca Grynspan, dan Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Fransisco de Asis Aguilera Aranda.
Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao pada kesempatan tersebut mengapresiasi kepimpinan Indonesia dalam HLF MSP yang mengangkat isu penting bagi negara berkembang dan Global South, seperti apa yang dilakukan Indonesia pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.
“Konferensi Bandung memperkenalkan prinsip-prinsip penting untuk kerja sama Selatan-Selatan, seperti penghormatan terhadap kedaulatan, tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, penyelesaian sengketa secara damai, dan penerapan hukum internasional yang universal. Prinsip-prinsip ini harus terus membimbing kita dalam mengembangkan model baru kerja sama multilateral dan kemitraan multipemangku kepentingan. Sidang pleno tingkat tinggi hari ini melanjutkan tradisi Indonesia dalam membangun solidaritas antara negara-negara Selatan dan mendukung kemitraan multipemangku kepentingan,” ujar Xanana.