Konawe Selatan. Upaya pelestarian dan pemanfaatan ekosistem laut secara berkelanjutan terus digalakkan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat pesisir, nelayan skala kecil dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Salah satunya, seperti digagas oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Konawe Selatan dan didukung oleh Rare Indonesia, yaitu Program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) di Teluk Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Festival Teluk Kolono yang digelar oleh DKP Kabupaten Konawe Selatan pada 17-18 Mei 2017.
Prinsip dari PAAP adalah merubah pola pengelolaan ruang laut sebagai pendekatan untuk memperbaiki berkurangnya sumber daya perikanan sebagai akibat dari penangkapan ikan berlebih (overfishing). Pada tingkatan operasional hal ini dilakukan melalui pemberian hak atau izin kepada kelompok nelayan yang memiliki kapasitas untuk melindungi, mengatur dan memanfaatkan perikanan suatu kawasan secara berkelanjutan. Secara khusus di kawasan Teluk Kolono, PAAP bertujuan memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat tradisional dan nelayan kecil mengelola kawasan laut tertentu (Daerah Perlindungan Laut, DPL dan Daerah Penangkapan Tradisional, DPT). DPL disepakati sebagai ruang khusus agar ikan dapat bereproduksi, bertelur, bertumbuh sehat, menjadi besar dan berkembang banyak. DPL memiliki batas-batas wilayah yang harus dijaga dan tidak boleh diganggu untuk kegiatan apapun. Hanya limpahan ikan yang bergerak keluar dari DPL yang boleh ditangkap. Kawasan penangkapan ikan di wilayah terdekat dengan DPL ini dinamai DPT yang memiliki batas ruang dan pemanfaatnya diprioritaskan bagi anggota kelompok nelayan yang sehari-hari menjaga keutuhan DPL dan berkomitmen untuk menangkap ikan di DPT berdasarkan peraturan perikanan yang disepakati bersama. Secara berkelompok nelayan berperan aktif untuk mengawasi DPL dan memastikan keberlangsungan sumber daya ikan di DPT. Kegiatan penangkapan ikan di DPT diatur berdasarkan penggunaan alat tangkap tradisional sehingga sumber daya ikan tetap terjaga. Upaya ini juga sejalan dengan indikator SDGs pada Goal 14.b mengenai pemberian jaminan hak akses nelayan kecil terhadap sumber daya kelautan.
\”Oom … THT … Oom!\”
Jika di kota-kota besar teriakan-teriakan \”Oom … Telolet … Oom!\” sudah begitu dikenal, maka di desa-desa pesisir di Teluk Kolono, ungkapan yang sedang menjadi buah bibir adalah \”Oom … THT … Oom!\”. Melalui PAAP, para nelayan mempopulerkan istilah THT sebagai singkatan bagi tindakan \”Timbang Hitung Tulis\” terhadap hasil penangkapan ikan di DPT Teluk Kolono. Praktek THT sangat diperlukan dalam pengumpulan data bagi kelompok nelayan untuk melakukan penaksiran potensi perikanan sebagai dasar pemilihan opsi pengelolaan dan strategi pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan THT para nelayan memastikan upaya penangkapan yang terukur dan terkendali sehingga ikan di DPT Teluk Kolono akan selalu ada untuk mereka dan generasi yang akan datang.
Peran Forum Peduli Laut Kolono
Masyarakat Teluk Kolono secara bersama-sama telah membentuk Forum Peduli Laut Teluk Kolono. Mereka secara partisipatif dan melalui rangkaian proses dialog terbuka dengan DKP Konawe Selatan, telah menentukan sendiri DPL seluas 49,89 Ha dan DPT seluas 974,67 Ha. Kedua daerah ini meliputi lima desa yaitu Desa Lambangi, Desa Tumbu-Tumbu Jaya, Desa Ngapawali, Desa Batu Putih dan Desa Rumba-Rumba. Secara hukum, Forum Peduli Laut Teluk Kolono telah diakui keberadaanya oleh Kementerian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tahun 2017 dengan nomor AHU-0004635.AH.01.07. Forum merupakan sebuah sebuah wadah berbadan hukum yang didirikan oleh para nelayan dari ke-5 desa tersebut untuk menyelenggarakan pengelolaan DPL & DPT secara terencana dan terukur berdasar aturan main yang disepakati bersama. Dengan semboyan sederhana \”JAGA, ATUR, MANFAATKAN\”, Forum memelopori dan mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab demi keberlangsungan sumber daya perikanan.
Sosialisasi dan kampanye untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan DPL dan DPT kepada masyarakat Teluk Kolono terus dilakukan oleh forum ini. Efektifitas kegiatan penjangkauan masyarakat tersebut sangat ditentukan oleh cara-cara yang kreatif dan partisipatif sehingga perubahan perilaku masyarakat dapat terwujud. Salah satu upayanya adalah melalui Festival Teluk Kolono yang telah masuk dalam agenda tahunan Pemkab Konawe Selatan. Festival Teluk Kolono II tahun ini digelar di Desa Lambangi pada 17-18 Mei 2017 dengan tema “Mewujudkan Daerah Penangkapan Tradisional (DPT) sebagai Lumbung Ikan di Teluk Kolono”. Berbagai lomba seperti lomba memasak ikan, berenang, dan menyanyi diselanggarakan untuk memeriahkan Festival ini. Melalui kemeriahan lomba-lomba tersebut, berbagai pesan sederhana disampaikan untuk terus menggelorakan semangat pengelolaan perikanan yang berkelanjutan serta perlindungan ekosistem laut secara nyata di lapangan. Sebagai contoh, untuk lomba memasak ikan, ikan yang dimasak harus ditangkap luar DPL, harus ditangkap dengan alat yang tidak merusak lingkungan laut serta jumlah, berat dan ukuran ikan yang ditangkap harus dicatat sebagai dasar strategi kelompok nelayan dalam melakukan pengelolaan perikanan. Program ini memberikan harapan untuk keberlanjutan tangkapan ikan bagi masyarakat tradisional dan nelayan kecil serta mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan di Teluk Kolono.