High-Level Political Forum on Sustainable Development (HLPF) 2023 demi Tercapainya SDGs pada 2030

Di bawah naungan Economic and Social Council (ECOSOC), sedang digalakan High-Level Political Forum on Sustainable Development (HLPF) 2023 yang berlangsung sejak Senin, 10 Juli 2023 sampai Rabu, 19 Juli 2023 di New York, Amerika Serikat. HLPF kali ini mengusung tema besar “Accelerating the recovery from the coronavirus disease (COVID-19) and the full implementation of the 2030 Agenda for Sustainable Development at all levels”. (7/11/2023).

\"\"
Yusra Khan (Member of National Energy Council, DEN), Himawan Hariyoga: Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas, Ivanovich Agusta: Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigras, Kemendesa
Agung Dodit Muliawan: Direktur Pengawasan dan Audit Internal, OIKN, Ervan Maksum Deputi Sarpras, Bappenas (Kanan Belakang) dalam High-Level Political Forum on Sustainable Development 2023, di PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (10/7/2023) waktu setempat.

Di hari pertama penyelenggaraan HLPF, beberapa delegasi dari Indonesia menyampaikan intervensi ataupun pernyataan mengenai apa yang telah dicapai oleh Indonesia setelah mengalami pandemi yang melanda dunia. Intervensi yang disampaikan berfokus kepada aksi transformatif dan respon yang telah dilakukan Indonesia dalam mengatasi krisis, serta rekomendasi-rekomendasi strategis untuk mendorong pencapaian SDGs pada 2030 melalui pendanaan inovatif, pengembangan kapasitas, ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi, hingga kemitraan global guna memastikan tidak ada satupun yang tertinggal.

“Kolaborasi strategis internasional dan berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk memastikan ketersediaan data, termasuk data praktik terbaik yang ada sebagai pendekatan untuk membuat kebijakan berbasis bukti yang terjadi,” ucap Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kemendes PDTT, Ivanovich Agusta dalam keterangannya di New York, Senin siang.

Ivanovich Agusta juga menyampaikan pemerintah membutuhkan lebih banyak dana untuk mencapai tujuan SDGs. Selain itu, Agusta juga menambahkan bahwa dalam tingkat lokal, kebijakan investasi ramah lingkungan, meningkatkan iklim investasi, dan memajukan teknologi penelitian terus dipromosikan di Indonesia. Hal ini perlu dipromosikan untuk mengatasi ancaman global, seperti kerawanan pangan dengan menciptakan ekosistem pengganti makanan pokok tradisional.

Di kesempatan lainnya, Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas, Dr. Ir. Himawan Hariyoga Djojokusumo, MSc, memaparkan intervensinya mengenai pembiayaan dari respon atas krisis dan investasi dalam SDGs. Himawan Hariyoga menyampaikan bahwa salah satu aspek penting dari SDG 17 adalah memastikan penyediaan pembiayaan SDGs.

“Indonesia terus meningkatkan analisis datanya dengan memperbarui Dashboard nasional SDGsnya, yang mencakup kemajuan SDGs dan gudang praktik terbaik dalam usaha meningkatkan proses monitoring dan evaluasi. Kami juga memperkuat tata kelola data untuk memberikan laporan yang lebih akurat, andal, dan akuntabel serta untuk memperoleh lebih banyak perencanaan dan penganggaran berbasis bukti nyata untuk SDGs,” ungkap Himawan ketika menyampaikan pengalaman dan pelajaran Indonesia dalam mencapai SDG 17.

Selain itu pengalaman yang disampaikan berupa mobilisasi sumber daya keuangan SDGs, melalui Obligasi SDGs, Sukuk, serta upaya Indonesia dalam menginspirasi aksi nyata dan kolaborasi untuk mencapai SDGs di semua tingkatan, melalui Presidensi G20 dan Kepemimpinan ASEAN di tahun 2023 ini. Hadirnya platform seperti MIKTA juga menjadi salah satu medium yang efektif dalam memfasilitasi dialog dan kolaborasi untuk merespon tantangan global saat ini.
Dalam kesempatan terakhir di hari pertama, Kepala Organisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, BRIN, Ahmad Najib Burhani menyampaikan intervensi yang berisikan empat aksi yang dapat dilaksanakan untuk tercapainya SDGs dengan semangat inklusivitas. “Krisis yang berlipat ganda dan saling terkait menunjukkan dorongan untuk memanfaatkan kekuatan sains, teknologi, dan inovasi dalam memajukan perubahan transformatif dan mempertahankan pemulihan yang didorong oleh sains,” ucap Ahmad Najib. Empat aksi yang menjadi solusi dari Ahmad Najib tersebut adalah memperkuat ekosistem penelitian dan inovasi, transfer teknologi, pertukaran pengetahuan, dan peningkatan kapasitas, khususnya bagi negara-negara berkembang, termasuk melalui peningkatan kemitraan, dan bentuk kolaborasi lainnya. Terakhir adalah mengadopsi praktik penelitian yang inklusif  yang mengedepankan nilai-nilai keberagaman. 

Penulis: Cornelius Krisna Budi Aditya
Reviewer: Danya Wulandari Joedo

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

more insights