Pertemuan Tahunan Jejaring Koalisi untuk Kehidupan Sejahtera yang Berkelanjutan

\"\"
Manajer Pilar Pembangunan Sosial Seknas SDGs Indonesia, Dr. Sanjoyo sedang memberikan paparan pada kegiatan Pertemuan Tahunan Koalisi untuk Kehidupan Sejahtera dan Berkelanjutan (Dok. Komunikasi Publik Seknas SDGs)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas melalui perwakilan Sekretariat Nasional SDGs Indonesia menjadi salah pembicara dalam PertemuanTahunan Jejaring Koalisi untuk Kehidupan Sejahtera yang Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Coalition for Sustainable Livelihoods. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Hotel Four Points, Medan, pada hari Selasa (21/02/2023).

PertemuanTahunan Jejaring Koalisi untuk Kehidupan Sejahtera yang berkelanjutan ini adalah program tahunan, yang dimana 2023 ini merupakan tahun ke-tiga. Pertemuan ini dilaksanakan guna menyediakan forum bagi berbagai pemangku kepentingan di provinsi Sumatera Utara dan Aceh, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, mitra pembangunan, dan masyarakat. Koalisi ini bertujuan untuk mendukung visi pembangunan berkelanjutan berdasarkan pilar konservasi, restorasi, tata kelola dan produksi berkelanjutan.

Pada pertemuan tersebut, Sekretariat Nasional SDGs Indonesia diwakili oleh Manajer Pilar Pembangunan Sosial, Dr. Sanjoyo, MEc, yang memaparkan “Kolaborasi Mendukung Pembangunan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Alam” untuk mencapai target SDGs di Indonesia.

Dr. Sanjoyo, MEc menyampaikan bahwa kerentanan global terus meningkat terutama pada saat COVID-19 merebak dimana menimbulkan triple planetary crises pada SDGs sehingga mengancam masa depan bumi dan berkelanjutan manusia. Triple planetary crises terbagi menjadi 3, yaitu perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Di Indonesia sendiri, potensi kerugian ekonomi yang akan ditimbulkan sepanjang tahun 2020-2024 adalah sebesar Rp 281,9 triliun akibat dampak perubahan iklim sehingga saat ini kebijakan ketahanan iklim merupakan salah satu prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian tersebut. Selain itu, strategi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan agenda tersebut salah satunya yaitu strategi pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim selaras dengan TPB/SDGs sesuai dengan RPJMN tahun 2020-2024 sebagai landasan mendukung 3 pilar SDGs (Pilar sosial, pilar ekonomi, dan pilar lingkungan). Diantaranya adalah berfokus terhadap pertumbuhan ekonomi melalui lima sektor kunci (Makanan dan minuman, konstruksi, elektronik, tekstil, dan plastik) yang rendah karbon, menguatkan kebijakan nilai ekonomi karbon, meningkatkan investasi pembangunan berkelanjutan, dan meningkatkan akses pembiayaan berkelanjutan.

Disamping itu, Dr. Sanjoyo, MEc juga menyampaikan sektor pertanian dalam perkembangan pertanian dan produksi berkelanjutan menunjukkan ketika krisis COVID-19 terjadi, sektor ini tetap menjadi andalan penopang perekonomian Indonesia sehingga menunjukkan tren pertumbuhan positif. Namun, dilain sisi Indonesia belum memenuhi standar pengelolaan produktif lahan pertanian yang berkelanjutan karena hanya 10,46% area lahan pertanian yang berkelanjutan. Volume produksi pertanian skala kecil per tenaga kerja secara nasional (PPP) mencapai USD 45,32/hari kerja atau sekitar Rp 215.650/hari kerja.  Rata-rata pendapatan pada petani skala kecil mencapai USD 1.099,88 PPP atau Rp 5.234.019,99/tahun sedangkan bukan petani skala kecil mencapai USD 4.829,18 PPP atau Rp 22.980.638,19/tahun.

Berkaca pada data-data yang sudah disampaikan oleh Dr. Sanjoyo MEc, beliau menambahkan, adapun upaya yang perlu dilakukan dalam penguatan ekosistem melalui kolaborasi & inovasi dapat ditentukan mengacu pada Peraturan Presiden No.111 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Upaya-upaya tersebut adalah pertama memutakhirkan sasaran, peta jalan, dan rencana aksi nasional SDGs. Kedua, mendorong peran serta pihak melalui tim koordinasi nasional SDGs. Ketiga, menguatkan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam implementasi SDGs di tingkat daerah. Keempat, mendorong platform pembiayaan inovatif untuk SDGs. Strategi yang dapat dilakukan dalam pembiayaan inovatif untuk mendukung pencapaian SDGs adalah penguatan ekosistem blue finance untuk penguatan mobilisasi sumber daya, peningkatan pengeluaran publik untuk insentif mobilisasi pembiayaan swasta, peningkatan insentif untuk pelaksanaan SDGs tingkat daerah, peningkatan mekanisme pembayaran capuran untuk memanfaatkan pembiayaan swasta, peningkatan mobilisasi impact investment dengan mengimplementasi pengukuran dampak dan management practices, penyelerasan filantropi dan pembiayaan berbasis keagamaan dengan SDGs, reformasi kebijakan fiskal dan peningkatan administrasi dan pengelolaan pajak, akselerasi pendalaman pasar modal untuk membuka kesempatan pembiayaan, dan pengembangan green banking untuk investasi berkelanjutan di mana ekosistem pembiayaan green economy pada semester 1 tahun 2022 telah mencatat 100 debitur dengan nilai Rp 1.065 triliun.

Melihat keadaan tersebut, Dalam mengatasi permasalahan pembiayaan dan membuka potensi katalisator pendanaan, Indonesia perlu mengembangkan strategi keuangan campuran dan menanamkannya dalam strategi pembangunan berkelanjutan yang lebih luas salah satunya melalui SDGs Financing Hub dan dibutuhkan penguatan kolaborasi multipihak dan inovasi untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

more insights