Indonesia Sampaikan Percepatan Transformasi Ekonomi Menuju Ekonomi Hijau

New York Dalam diskusi Panel Tingkat Tinggiyang bertemakan “Accelerating a Just, Green and Resilient Economic Transformation: Circular Solutions and Partnerships” yang diselenggarakan oleh Partnership for Action on Green Economy  (PAGE), Global Alliance on Circular Economy and Resource Efficiency, Global Fiscal Public Network dan didukung oleh beberapa organisasi PBB diantaranya UNEP,  di Skandinavia House 58 Park Ave di New York, Amerika Serikat.

Acara yang berlangsung pada tanggal 17 Juli 2023 Pukul 5.30 – 7.00 pm waktu setempat ini menjadi forum bagi para Menteri dan Kepala Delegasi yang hadir pada High-Level Political Forum on Sustainable Development 2023 diantaranya dari Jerman, European Commision, dan Swedia. Side event ini merupakan forum bertukar wawasan tentang potensi pendekatan transformasi ekonomi hijau global termasuk melalui pendekatan ekonomi sirkular, kapasitas inovatif dan solusi keuangan, serta South-South Trinangular Cooperation (SSTC) dan kemitraan yang lebih kuat untuk mempromosikan keadilan sosial dan lingkungan. Kegiatan ini akan membantu mempercepat dan memperbarui komitmen terhadap SDGs, termasuk Tujuan 6, 7, 9, 11 dan 17 di bawah tinjauan HLPF, dan membangun ketahanan di dunia yang didorong oleh krisis.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam sekaligus Kepala Sekretariat Nasional SDGs Kementerian PPB/Bappenas, Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc. hadir mewakili Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam acara side event tersebut. Pada kesempatan ini, Vivi Yulaswati menyampaikan bahwa dalam mencapai pertengahan Agenda 2030, dunia secara signifikan berada di luar jalur dalam upaya mencapai SDGs. Pandemi COVID-19 telah memperburuk tantangan yang dihadapi untuk mencapai SDGs dan semakin mengungkap kerentanan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat, sehingga menyebabkan banyak orang yang semakin tertinggal.

Vivi Yulaswati juga menegaskan bahwa salah satu tantangan terbesar yang harus segera diatasi adalah kesenjangan pembiayaan SDGs yang semakin besar. Diperkirakan financing gap tersebut mencapai USD 4,2 triliun per tahun. Lebih lanjut, perubahan iklim masih menjadi ancaman besar bagi kehidupan dan pembangunan di Indonesia. “Oleh karena itu, kita juga perlu memperkuat upaya dan komitmen kita untuk segera bertindak dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mempertahankan ambang suhu global 1,5 C di bawah tingkat pra-industri untuk mengurangi dampak pemanasan global.” ucap Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam sekaligus Kepala Sekretariat Nasional SDGs, Vivi Yulaswati dalam keterangannya di New York.

Dengan latar belakang tersebut, Vivi Yulaswati menyampaikan bahwa kita membutuhkan kebijakan transformatif yang dapat memastikan bahwa semua pihak dapat saling berkolaborasi untuk percepatan pencapaian Agenda 2030. “Dalam kaitan ini, saya ingin berbagi tentang bagaimana Indonesia bergerak maju, tidak hanya sebagai bagian dari pemulihan ekonomi pasca pandemi, tetapi juga untuk memajukan lintasan pertumbuhan ekonomi Indonesia.” tegas Vivi Yulaswati.

Vivi Yulaswati juga menyampaikan bahwa Indonesia telah menetapkan komitmen internasional dalam aksi iklim. Pada tahun 2030, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional, serta secara signifikan meningkatkan pemanfaatan energi berkelanjutan dalam bauran energi dengan memaksimalkan potensi energi baru dan terbarukan. “Kami juga telah berkomitmen untuk merestorasi lahan gambut seluas 390.00 hektar dan merestorasi area mangrove seluas 29.000 hektar setiap tahunnya” jelas Vivi Yulaswati.

Lebih lanjut, Vivi Yulaswati menegaskan terkait transformasi ekonomi Indonesia menuju ekonomi hijau dilaksanakan melalui Pembangunan Rendah Karbon dan Tahan Iklim. Pembangunan Rendah Karbon dan Tahan Iklim diarusutamakan dalam Agenda Pembangunan Nasional jangka Menengah 202-2024 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahunan 2023, yang berfokus pada pengelolaan limbah, ekonomi sirkular, industri hijau, energi berkelanjutan, wilayah laut dan pesisir rendah karbon, pemulihan lahan, sektor air, sektor pertanian, dan sektor kesehatan.

Pada kesempatan ini, Vivi Yulaswati juga menyebutkan 3 faktor pendukung utama untuk transisi menuju ekonomi sirkular melalui penciptaan model bisnis yang efektif, yaitu: 1) Mekanisme pendanaan inovatif untuk mendukung transisi bisnis dari model ekonomi linier ke sirkular, 2) Inovasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan dan pesaing untuk menciptakan lingkungan transformasi kolektif dari keseluruhan value chain, dan 3) Standarisasi produk ramah lingkungan untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta mengukur potensi dampak lingkungan di sepanjang value chain. “Sehingga dapat dikatakan bahwa pokok kunci dalam ekonomi hijau adalah kemampuan negara mempertahankan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan sembari menjaga lingkungan” tegas Vivi Yulaswati

“Oleh karena itu, kemitraan sangat penting untuk memastikan tersedianya sarana yang diperlukan untuk transisi, seperti pembiayaan, transfer teknologi dan peningkatan kapasitas, khususnya ke negara-negara berkembang. Saya berharap melalui forum ini kita dapat melipatgandakan komitmen kita untuk mencapai target SDGs di masa kritis ini. Bersama-sama, mari kita tingkatkan upaya kolaboratif kita dalam memastikan inklusivitas dan tidak ada yang tertinggal.” tutup Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam sekaligus Kepala Sekretariat Nasional SDGs, Vivi Yulaswati.

Penulis: Septia Anisa
Reviewer: Danya Wulandari Joedo

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

more insights